Terkikisnya Toleransi Beragama di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia—lebih dari 261 juta jiwa—Indonesia juga diperkaya dengan budaya dan bahasa yang beragam. Indonesia memiliki lebih dari 500 bahasa yang digunakan dan lebih dari 1000 suku bangsa yang tersebar di seluruh Nusantara.
Selain itu, masyarakat Indonesia juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam, yang terdiri dari 6 agama: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Warga negara Indonesia bebas untuk memeluk salah satu agama tersebut seperti yang disebutkan dalam Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Selama berabad-abad, Indonesia hidup dengan kondisi multikultural ini secara berdampingan dan damai. Perbedaan-perbedaan yang ada di masyarakat tidak menghambat sesama untuk saling tolong menolong.
Namun beberapa tahun terakhir, sejumlah berita mengenai konflik yang didasari atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) sering menghiasi media, terutama konflik horizontal antar agama.
Sebagai contoh, Majelis Silaturahmi Umat Islam Bekasi (MSUIB) melakukan unjuk rasa pada Jumat, 24 Maret 2017 yang lalu. MSUIB menolak pembangunan Gereja Santa Clara yang dibangun di Jalan Raya Kaliabang, Harapan Baru, Kota Bekasi. Menurut mereka, gereja tersebut belum memiliki izin untuk dibangun dan menyalahi aturan. Selain itu, mereka juga berargumen bahwa daerah tersebut adalah daerah mayoritas muslim sehingga tidak pantas untuk dibangun sebuah gereja.
Kejadian hampir serupa juga terjadi di Tanah Papua. Pada Jumat, 17 Juli 2015 silam, pukul 07.00 WIT, umat Muslim berkumpul di Masjid di Kabupaten Tolikara untuk melaksanakan Sholat Idul Fitri. Tiba-tiba, sekelompok umat Nasrani berteriak-teriak sehingga mengagetkan dan membuat takut umat Muslim yang sedang melaksanakan ibadah menyebabkan mereka keluar mencari perlindungan ke Koramil dan Pos 756/WMS. Setelah itu, masjid kemudian dibakar oleh sekelompok umat Nasrani tersebut.
Kedua kasus tersebut termasuk kegiatan menghalang-halangi kegiatan ibadah sebuah umat. Indonesia menekankan bahwa setiap umat memiliki hak untuk melakukan aktivitas sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal tersebut disebutkan dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Sanksi yang diberikan apabila pasal tersebut dilanggar disebutkan dalam pasal 175 & 176 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah berupa kurungan penjara paling lama 1 tahun 4 bulan dan sejumlah uang yang harus dibayarkan.
Pada dasarnya, Negara Republik Indonesia menjamin kebebasan beragama setiap orang dan hak setiap orang untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Hal ini tercermin dari beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas, bahkan ada pasal lain yang mendukung hal tersebut. Peristiwa-peristiwa konflik horizontal yang terjadi menunjukkan terkikisnya budaya toleransi di Indonesia. Hal ini dapat terjadi salah satunya akibat kurangnya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai yang ada pada Pancasila. Penulis berharap agar budaya toleransi kembali tumbuh di negara ini sebab hal tersebut merupakan kunci untuk kehidupan yang damai di negara multikultural seperti Indonesia.
Kesimpulan :
kurangnya kesadaran antar umat beragama, seharusnya kita patut saling menghargai antar umat beragama karena perbedaan agama bukan berrarti putusnya ikatan persaudaraan akan tetapi perbedaan itulah yang seharusnya mempersatukan kita.
"Bhinneka Tunggal Ika" adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Diterjemahkan per kata, kata bhinneka berarti "beraneka ragam".
Dangan demikian sudah jelas keberaneka ragamnya ini adalah perbedaan yang harus tetap menyatu dalam satu nama "INDONESIA"
References :
Handayani, F. Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 serta Kaitannya dengan HAM(p. 3). Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Karim Riau.
Ini Kronologi Pembakaran Masjid di Tolikara. (2015). Republika Online. Retrieved 31 March 2018, from http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/07/17/nrmprs-ini-kronologis-pembakaran-masjid-di-tolikara
Larasati, A. (2017). MSUIB Unjuk Rasa Tolak Pembangunan Gereja Santa Clara. Republika Online. Retrieved 31 March 2018, from http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/03/24/onb69k361-msuib-unjuk-rasa-tolak-pembangunan-gereja-santa-clara
Niman, M. (2017). Ini Alasan Massa Tolak Pembangunan Gereja Santa Clara. Berita Satu. Retrieved 31 March 2018, from http://www.beritasatu.com/hukum-kriminalitas/421380-ini-alasan-massa-tolak-pembangunan-gereja-santa-clara.html
Sanksi Hukum Jika Menghalangi Orang Melaksanakan Ibadah. Hukumonline. Retrieved 31 March 2018, from http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt510b523eedfba/sanksi-hukum-jika-menghalangi-orang-melaksanakan-ibadah
Komentar
Posting Komentar